kapal pengangkut pesawat


pemikiran menggunakan pesawat yang ditarik kapal selam
untuk penyusupan dan penyerangan terhadap kapal-kapal musuh telah
dikembangkan dan diuji oleh beberapa negara kelautan. Namun konsep
Yamamoto untuk menggunakan siluman kapal selam sebagai sarana mengirim
serangan udara ke sasaran darat strategis betul-betul pemikiran baru.

Sejarah Jepang berspekulasi bahwa visi Yamamoto atas kenkon itteki
mencakup target lain seperti New York atau Washington D.C. Namun saat
proyek tengah berjalan, AL menetapkan sasaran yang lebih pragmatis:
Terusan Panama. Satu kali serangan yang sukses terhadap sasaran ini
dapat mencegah armada Atlantik menyeberang ke Pasifik.

Kekuatan serangan pesawat yang lepas landas dari bawah air, akan
diluncurkan dari Teluk Panama ke Laut Karibia pada ketinggian rendah.
Lalu mengejutkan pertahanan AS dengan mendekat dari sisi Atlantik.
Selanjutnya bom Gatun Locks dilepaskan. Bom ini akan melumpuhkan kanal
selama enam bulan.

Awal 1942, Divisi kapal selam Ships Command Headquarter dan Kugisho
(Biro Teknik Udara) Mabes Komando Udara mulai mengerjakan kapal selam
pengangkut dan pesawat penyerang yang dapat diluncurkan dari dalamnya.
Para insinyur mengembangkan dua kelas kapal selam pengangkut yang
disebut sen-toku, atau kapal selam tipe khusus. Sebuah kapal selam
kelas I-13 dengan permukaan berkapasitas 3.603 ton dan memiliki
jangkauan sejauh 37.500 mil laut. Yang lebih besar, I-400, sepanjang
400 kaki, berkapasitas permukaan 5.223 ton dan memiliki jangkauan
37.500 mil laut. Masing-masing dirancang untuk membawa dua pesawat di
hanggar tabung pada lambung kapal. Namun tipe I-400 direvisi hingga
mampu memuat tiga pesawat. Pesawat yang dipilih adalah eksperimental
M6A1 dan dijuluki Seiran.



Kepala proyek mempercayakan pada kepala perancang Aichi, Toshio Ozaki,
dan Kepala Pilot Uji Kugisho, Letnan Komandan Tadashi Funada. Upaya
merancang pesawat penyerang besar berperforma tinggi yang dapat dimuat
di hangar dalam kapal selam sungguh suatu usaha khusus. Namun yang
lebih kritis adalah pertimbangan desain yang memungkinkan awak
meluncurkan pesawat dalam waktu singkat saat kapal muncul ke
permukaan. Kepelikan operasi dan keterbatasan ruang dek bagi awak
tidak hanya butuh otomatisasi tapi juga inovasi cerdas.

Ozaki sudah menetapkan pesawat disiapkan tanpa roda pendarat untuk
mendapatkan kecepatan dan jangkauan maksimum. Setelah misi, awak akan
terbang kembali ke kapal selam dan meninggalkan pesawat untuk kemudian
diselamatkan. Di awal pengkajian rancangan pesawat, sepasang pelampung
ditambahkan sebagai pilihan. Ini berdasar pemikiran bahwa pesawat bisa
melakukan beberapa kali serangan atas sasaran yang kurang signifikan
sebelum satu misi final.

Pelampung juga memungkinkan latihan terbang dari landasan pesawat
amfibi dan kapal selam. Kapal selam dilengkapi katrol untuk menarik
pesawat setelah mendarat. Pemikiran menghilangkan pelampung dari
pesawat sempat dipertimbangkan dalam perancangan, namun tidak pernah
diterapkan.





Dua dari delapan prototipe dibangun dengan tuas manual roda pendarat
yang dapat ditarik. Prototipe berbasis daratan ini dibuat untuk
mendapatkan karakteristik pesawat tanpa pelampung. Selain itu juga
untuk melatih awak di Terusan Panama tiruan. Kedua M6A1-K, Shi-Sei
Seiran-Kai, diberi nama Nanzan (gunung Selatan) untuk membedakan
dengan versi berbasis laut.

Rancangan inovasi Aichi M6A1 menjadi salah satu pesawat perang Jepang
yang paling maju dan kompleks. Pesawat ini bisa jadi salah satu yang
paling tidak diketahui oleh intel militer asing saat itu. Bahkan juga
bagi mereka yang berminat dengan teknik dan sejarah, hingga sekarang.
Proyek ini sangat rahasia dan tertutup dengan baik. Intel Sekutu hanya
tahu sedikit sekali soal Seiran hingga tidak diberi kode bahasa Inggris.

Proyek dibangun di gedung pemasangan pesawat eksperimental yang
terletak di pojok lahan Aichi Eitoku di tepi sungai. Tempat ini bisa
dibilang layaknya Skunk Works Lockheed. Latihan dilakukan menyebar di
pangkalan-pangkalan rahasia.





Laporan Allied Air Technical Intelligence Center (Pusat Intelijen
Teknik Udara Sekutu) tahun 1944 yang sekarang sudah terbuka,
membenarkan bahwa Sekutu menyadari keberadaan pesawat "kelas 330 mph"
bernama M6A1 atau Seiran (saat itu diterjemahkan sebagai "udara
cerah"). Gambaran setengah halaman itu mencatat kalau pesawat tersebut
"rancangan tidak biasa" dan "untuk penggunaan kapal selam". Tidak ada
tulisan yang memberikan petunjuk jenis pesawat kecuali bahwa itu
adalah pesawat khusus buatan Aichi. Intel Sekutu jelas sekali tidak
punya petunjuk soal rencana Yamamoto



Diluncurkan dengan katapel

Di penghujung era 2000-an, kenangan pribadi dan wawancara terhadap
personel AL Kekaisaran Jepang yang terlibat dalam proyek Seiran dan
sen-toku mulai muncul di berbagai publikasi Jepang. Ini didukung
dengan kenangan dan jurnal oleh tentara Amerika di lokasi, tepat
sesudah perang. Kesaksian ini secara kolektif menghasilkan pemahaman
sejarah atas perkembangan dan kejatuhan satuan kekuatan khusus yang
mencoba mewujudkan visi Yamamoto.

Meski dilengkapi ketahanan dan jangkauan luas, misi serangan dari laut
ini tetap mempertahankan kecepatan maksimum. Ini sangat kritis bagi
kesuksesan misi all or nothing karena berguna untuk mengelak dari
pesawat pencegat. Tanpa pelampung, pesawat memiliki kecepatan maksimum
348 mph. Ini dapat dibandingkan dengan kecepatan top pesawat tempur
sekelas Grumman F6F Hellcat: 380 mph. Bahkan dengan pelampung
terpasang, Seiran bertahan pada kecepatan maksimum normal 295 mph pada
ketinggian 17.160 kaki meskipun tidak dapat melampaui pesawat tempur
kebanyakan.

Mesin Atsuta bertipe 31 atau 32 berpendingin air, dengan tingkat V-12
pada 1.340 tenaga kuda (1.400 hp maksimum), diproduksi oleh Aichi
berdasar Daimler-Benz DB601A buatan Jerman. Berdasarkan standar
Hamilton, baling-baling tepat masuk diameter bagian dalam tabung
hangar kapal selam. Hangar kapal selam memiliki fasilitas untuk
memanaskan pendingin mesin dan oli pelumas. Dengan memompa oli ke
dalam mesin sebelum meluncur, mesin dapat dipanaskan tanpa harus
dinyalakan.

Berikutnya adalah tugas memasukkan pesawat ke dalam tabung hangar
berdiameter 11,5 kaki. Salah satu insinyur Ozaki mengemukakan ide
untuk memutar sayap sejauh 90 derajat dengan memutar kotak sayap dan
melipatnya ke belakang menuju sisi badan. Proses membuka lipatan sayap
dan menghubungkan kontrol permukaan dan bahan bakar dari tangki sayap
ini harus dilakukan dalam hitungan detik. Perhitungan ini berdasarkan
waktu persiapan pesawat standar yang hanya tiga-empat menit.
Pengoperasian dilakukan oleh empat awak di dek yang bertugas
meluncurkan pesawat. Mekanisme hidrolik sayap lipat menggunakan tenaga
dari hanggar kapal selam.



Karena dimaksudkan untuk pengebom tukik, pesawat dilengkapi dengan
aerodynamic dive brake untuk mengontrol kecepatan dan sudut tukik. Tim
Ozaki menerapkan desain double-slot yang mengkombinasikan flap dengan
dive brake. Ide ini berhasil dikembangkan Aichi untuk pengebom
penyerang berbasis kapal induk, B7A2 Ryusei (Sekutu memberi kode
Grace). Flap kombinasi ini berguna untuk merendahkan kecepatan
mendarat ke 78 mph.

Untuk serangan tunggal, AL Jepang tidak main-main. Bom dipilihkan yang
terbesar yaitu bom multifungsi seberat 1.764 pon dengan hulu ledak
mampu menembus baja atau torpedo seberat 1.808 pon. Tugas utama
navigator adalah mengatur ketepatan navigasi atas sasaran dan kapal
selam. Navigator petembak ini duduk di kursi berpenopang. Panelnya
dilengkapi satu set peralatan navigasi dan komunikasi, jauh lebih baik
dari kebanyakan bomber bermesin satu milik Jepang.

Di atas kapal selam, pesawat ditambatkan pada empat titik sangkutan ke
sebuah "gerobak" yang digulirkan di atas rel untuk naik ke katapel
yang akan digunakan sebagai peluncur. Pada saat katapel berdaya lontar
69 kaki memukul, pesawat terpisah dari gerobak dan terbang. Gerobak
peluncur dilengkapi struktur penopang sehingga pesawat berada pada
posisi jongkok selama di tabung hangar. Saat menggelinding keluar
tabung ke rel katapel, hidung pesawat diarahkan ke sudut lebih tinggi
selama peluncuran. Pesawat berpelampung diluncurkan dengan cara yang sama.







Dalam perkembangannya, pilot Tadashi Funada dan asisten pilot Yukitaka
Murakami, dilatih dan merasakan pengalaman yang belum pernah mereka
dapat: terbang misi pengintaian dengan pesawat terapung bukan
pengebom. Begitu juga komandan skadron, Letnan Atsushi Asamura dan
seluruh pilot yang ditugasi. Waktu yang terbatas membuat unit
mengabaikan penggunaan torpedo. Lebih jauh, dalam pelatihan dan
rencana misi, hanya tukikan dangkal yang diterapkan dalam penyerangan
untuk mendapatkan tingkat akurasi yang baik sesuai keahlian pilot yang
terbatas. Ini ironis karena Seiran adalah satu dari sedikit pesawat di
dunia yang dirancang berkemampuan menyerang dengan torpedo dan cara
menukik. Selain menjadi pesawat penyerang berawak pertama yang
diluncurkan dari kapal selam dan mungkin yang terakhir.
__________________
Wenn Freiheit ist die Abkürzung von Waffen, wir müssen, mit Willenskraft.
-Adolf Hitler-

0 komentar to "kapal pengangkut pesawat"

Posting Komentar

My Slide by Eriza

Mengenai Saya

Yang ingin lebih tahuh siapa aku silahkan lihat-lihat aja di sini